- TANAMAN SORGUM PROGRAM JOKOWI MULAI DIPANEN DI LOMBOK TENGAH NTB
- WAPRES PASTIKAN INDONESIA SEGERA KIRIM BANTUAN KEMANUSIAAN GEMPA TURKI
- KBRI ANKARA AKAN EVAKUASI 104 WNI TERDAMPAK GEMPA TURKI DI LIMA LOKASI
- TPNPB-OPM MENGAKU BERTANGGUNG JAWAB ATAS PEMBAKARAN PESAWAT SUSI AIR DI NDUGA
- TPNPB-OPM MENGAKU SANDERA PILOT SUSI AIR KAPTEN PHILIPS ASAL SELANDIA BARU
- KEMENDAGRI DORONG PEMKOT SORONG GENJOT REALISASI APBD SEJAK AWAL TAHUN
- POLRI: PESAWAT SUSI AIR DI NDUGA DIBAKAR KKB PIMPINAN EGIANNUS KOGOYA
- POLRI PREDIKSI BERITA HOAKS DAN POLITIK IDENTITAS MENINGKAT JELANG PEMILU 2024
- PRESIDEN YAKIN PENURUNAN INDEKS PERSEPSI KORUPSI TIDAK PENGARUHI INVESTOR
- KAPOLRI: TIM GABUNGAN TERUS MENCARI PILOT DAN PENUMPANG SUSI AIR DI NDUGA PAPUA
Tag Result: putusan mk


Pemerintah akan Memperpanjang Masa Jabatan Pimpinan KPK Sesuai Putusan MK
Nasional • 3 hours ago
Memveto Putusan MK
Nasional • 4 days agoPublik masih terus dihantui rasa cemas, menunggu apakah pemilu tetap menggunakan sistem proporsional terbuka ataukah kembali ke sistem proporsional tertutup. Ini jelas sangat bertentangan dengan salah satu prinsip penyelenggaraan pemilu.
Prinsip itu menyatakan bahwa pemilu sudah harus memiliki prosedur terukur (predictable procedure) dan kepastian hukum yang jelas. Celakanya, publik, peserta, dan juga penyelenggara pemilu malah disuruh berada di ruang tunggu ketika pemilu tinggal hitungan bulan.
Kita dipaksa untuk menantikan apakah sistem proporsional terbuka yang diatur dalam UU No. 7 Tahun 2017 akan dibatalkan atau tetap dipertahankan. Belum jelas kapan putusan itu bakal dikeluarkan, tapi yang jelas prinsip pemilu soal kepastian hukum sudah tercederai.
Ketua Mahkamah Konstitusi Anwar Usman usai menghadiri upacara Peringatan Hari Lahir Pancasila, Kamis (1/6) kemarin, hanya mengatakan uji materi tentang sistem proporsional terbuka akan diputus dalam waktu dekat. "Tunggu saja," kata adik ipar Presiden Jokowi itu.
Sejatinya publik tidak akan cemas dengan apapun putusan yang nantinya dikeluarkan MK, bahkan ketika itu berkali-kali diuji materi. Rumusnya sederhana, para hakim konstitusi hanya perlu bertindak konsisten dengan putusan No.22-24/PUU-VI/2008 tertanggal 23 Desember 2008.
MK tidak pernah sedikitpun menyatakan sistem proporsional terbuka konstitusional dan sistem proporsional tertutup sebagai inkonstitusional. Yang dikoreksi MK bukan sistem pemilunya melainkan penetapan calon terpilih karena sarat tipu muslihat.
Karenanya jika benar MK memutuskan sistem Pemilu 2024 menjadi tertutup, putusan itu layak diveto. Diveto karena wilayah MK ialah menguji konstitusionalitas undang-undang. Kewenangan untuk memutus pilihan sistem pemilu ada pada pembentuk UU atau open legal policy.
Kita mendesak MK untuk menaati suara publik yang menghendaki pemilu memilih caleg. Berbagai survei pun sudah membuktikan mayoritas rakyat tidak ingin mencoblos gambar partai. MK juga harus mendengar suara keras 8 fraksi di DPR bahwa sistem pemilu ialah open legal policy.
Jika lembaga itu bersikeras menggali kuburan demokrasi, kita harus berkata memveto putusan MK ialah satu-satunya jalan, tak ada pilihan lain. Para hakim konstitusi semestinya meluruskan yang bengkok, bukan membengkokkan yang jelas-jelas sudah lurus.

Pakar: Merubah Sistem Pemilu Merupakan Strategi Politik di Pemilu 2024
Nasional • 4 days agoPengamat Hukum Tata Negara Ferry Amshari menyebut, upaya untuk merebah sistem pemilu tak lebih dari strategi politik untuk mempermudah kemenangan dengan mengorbankan kedaulatan rakyat.
"Jadi, mereka seolah-olah sedang mencari cara untuk memudahkan kemenangan, menambah jumlah kemenangan tanpa memikirkan kepentingan publik dan kepentingan partai yang lain. Padahal yang berdaulat itu publik. Publik lah yang berhak menentukan siapa yang duduk di parlemen bukan ketua partai," ujar Ferry.
Menurutnya, sistem proporsional terbuka memberikan kekuasaan lebih besar kepada rakyat. Dengan proporsional terbuka, rakyat lah yang menentukan calon legislatif (Caleg) mana yang akan menjadi anggota DPR bukanlah partai politik, dan itu sudah diatur undang-undang.
"Di Undang-Undang Dasar Pasal 22E Ayat 2, itu kan jelas dinyatakan bahwa pemilihan umum itu untuk memilih anggota partai politik. Jadi, yang mau dicoblos itu anggotanya yang kita pilih. Lalu, di putusan Mahkamah Konstitusi 22-24/PUU/VI/2008 kan sudah dimaknai bahwa yang konstitusional itu adalah dengan sistem proporsional terbuka," tambhanya.

MK Diharapkan Bijak dalam Memutus Gugatan Sistem Pemilu
Nasional • 6 days agoMahkamah Konstitusi diharapkan menunjukkan sikap kenegarawanan dalam memutus uji materi dalam usulan perubahan sistem pemilu dari proporsional terbuka menjadi proporsional tertutup.
Ketua DPP Partai NasDem, Willy Aditya mengatakan pihaknya tidak mau terjebak dalam konspirasi putusan itu karena belum resmi diumumkan oleh para hakim konstitusi.
Namun Ia meyakini sistem pemilu tidak akan menjadi tertutup karena sebelumnya pernah diputuskan terbuka. MK dinilai meludahi putusannya sendiri jika menghendaki sistem tersebut.
"Dia (MK) sudah pernah putuskan itu terbuka, terus masa dia akan ludahi putusan yang sama?" ungkap Ketua DPP Partai NasDem, Willy Aditya.
Beberapa putusan MK sebelumnya telah mempertimbangkan kesiapan Komisi Pemilihan Umum (KPU) serta memperhitungkan kerangka waktu tahapan Pemilu.
Anggota Dewan Pembina Perluem, Titi Anggraini berpendapat berdasarkan dinamika persidangan gugatan uji materi Undang-Undang Nomor 7/2017 tentang Pemilu yang sedang berjalan, MK akan menyerahkan sistem pemilu kepada pembentuk undang-undang
Hakim konstitusi diharapkan bijak memberikan putusan. MK diyakini sangat mempertimbangkan bahwa perubahan sistem pemilu bakal berdampak pada banyak tahapan Pemilu yang telah berjalan.

Zainal Arifin 'Mencium' Gelagat MK Ubah Batas Usia Minimal Capres-Cawapres
Nasional • 7 days agoAhli hukum tata negara, Zainal Arifin Mochtar menyoroti gelagat Mahkamah Konstitusi yang inkonstitusional. Setelah sebelumnya memutuskan memperpanjang masa jabatan ketua KPK, kali ini Zainal Arifin melihat gelagat MK yang akan memutus uji materi batas usia capres dan cawapres.
"Nah itu sebabnya kalau kita pakai logika itu atau kebiasaan barunya MK, jangan-jangan ada kemungkinan juga MK akan berani masuk atau menggaruk-garuk di wilayah usia capres dan cawapres." ungkap Ahli hukum tata negara, Zainal Arifin Mochtar.

Jokowi Diminta Cawe-Cawe Sistem Pemilu Terbuka
Nasional • 7 days agoPresiden Joko Widodo diminta cawe-cawe terhadap persoalan sistem pemilu, agar pemilu tetap menggunakan sistem proporsional terbuka.
Saat ini semua mata sedang tertuju ke Mahkamah Konstitusi (MK), semua menunggu seperti apa putusan MK Tentang Gugatan Undang-Undang Pemilu terbuka atau tertutup, atau mungkin tertunda.
Dalam perkara sistem pemilu ini, MK seharusnya menyadari bahwa mengubah sistem pemilu bukan ranah mereka. Di situasi seperti inilah, Presiden Jokowi semestinya bisa memberikan perhatian serius dan meyakinkan publik, bahwa sistem pemilu terbuka masih yang terbaik demi keberlanjutan demokrasi negara ini.
Tahapan pemilu yang sudah berjalan pasti terganggu bila sistem pemilu diubah. Para caleg yang sudah mendaftarkan diri akan berbondong-bondong mundur, lantaran sudah mengetahui probabilitas keterpilihan dirinya di internal partai sendiri atau yang disebut oleh Presiden ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) sebagai chaos politik.

Utak-atik Batas Usia Capres-Cawapres, Demi Siapa?
Nasional • 7 days agoMahkamah Konstitusi (MK) saat ini sedang menangani perkara uji materi Pasal 169 Huruf Q UU Pemilu Tentang Batas Minimum Usia Calon Presiden dan Calon Wakil Presiden.
Para pemohon menguji pasal tersebut karena merasa ada diskriminasi tentang formulasi syarat maju pilpres, ketika belum berusia 40.
Tak hanya perkara sistem pemilu, perkara soal batas usia calon presiden dan calon wakil presiden juga berpotensi akan memantik kegaduhan.
Sebab, belakangan ternyata banyak pemohon yang menguji Pasal 169 ini. Selain Partai Solidaritas Indonesia (PSI), banyak kepala daerah yang ikut mengujinya ke MK.
Seperti Wakil Gubernur Jawa Timur Emil Dardak, Wali Kota Bukittinggi Erman Safar, Wakil Bupati Lampung Pandu Kesuma Dewangsa, Bupati Sidoarjo Ahmad Muhdlor Ali, dan Wakil Bupati Mojokerto Muhammad Al Barra.
Undang-Undang Dasar 1945 sama sekali tidak menyebutkan batas usia minimal calon pemimpin negeri ini. Akan tetapi, UU Pemilu Pasal 169 Huruf Q menyebutkan persyaratan menjadi calon presiden dan calon wakil presiden berusia paling rendah 40.
Siapapun warga Negara Indonesia memang berhak untuk menguji sebuah Undang-Undang ke Mahkamah Konstitusi. Namun, ketika waktu pengujiannya disaat tahapan pemilu sudah berjalan upaya hukum tersebut menjadi tidak biasa.
Bakal calon presiden yang beredar saat ini berada di atas usia rata-rata tersebut, Ganjar Pranowo lahir pada 28 Oktober 1958 atau saat ini berusia 55. Anies Baswedan setahun lebih muda dari Ganjar, yakni berusia 54.
Bacapres yang paling senior ialah Prabowo Subianto. Purnawirawan berpangkat Letnan Jenderal TNI itu saat ini berusia 72.

Pernyataan Denny Indrayana Dinilai Hanya Menimbulkan Kegaduhan
Nasional • 7 days agoKuasa Hukum Pemohon Sistem Pemilu Proporsional Tertutup ke Mahkamah Konstitusi (MK) Sururudin menyayangkan informasi yang disampaikan oleh mantan Wamenkum HAM Denny Indrayana.
Sururudin mengatakan, pendapat yang disampaikan oleh Denny Indrayana tidak relevan dengan apa yang ia perjuangkan. Terlebih, Denny bukan merupakan pihak yang terkait.
"Pendapat Denny Indrayana tidak relevan dengan apa yang saya lakukan. Pertama, dia bukan pihak terkait yang hadir dalam sidang, dan yang kedua kalaupun dia bersinggungan dengan Partai Demokrat, pihak Demokrat sudah menyampaikan keterangannya sebagai pihak terkait melalui DPR dan melalui salah satu wakilnya yang juga mendaftarkan secara langsung di MK," ujar Sururudin.
Sururudin menambahkan, informasi yang disampaikan Denny hanya menimbulkan kegaduhan.
"Informasi Denny ini, justru menimbulkan kegaduhan, menimbulkan chaos seperti apa yang disampaikan SBY. Menurut kami ini adalah masalah konstitusi bukan masalah politik yang ditafsirkan oleh Denny Indrayana," tambahnya.
Sebelumnya, Denny Indrayana mengeklaim telah mendapat bocoran informasi terkait putusan MK untuk gugatan UU Pemilu. Dari informasi yang diperolehnya, Denny Indrayana menyebut MK akan memutuskan sistem pemilu kembali ke proporsional tertutup.

Mahfud MD Sebut Denny Indrayana Bisa Dijerat Pasal Berlapis
Nasional • 10 days agoMenteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD menganggap Denny Indrayana telah membocorkan rahasia negara. Pasalnya, Denny memberikan pernyataan jika menerima informasi soal Mahkamah Konstitusi (MK) akan mengambil keputusan mengembalikan sistem pemilu ke proporsional tertutup atau coblos partai.
"Kalau ini termasuk klasifikasinya rahasia negara. Putusan pengadilan yang belum diucapkan." ungkap Menko Polhukam, Mahfud MD, dalam program Kick Andy.
Menurut Mahfud MD, imbas dari aksi tersebut Denny akan berhadapan dengan kepolisian karena sudah melanggar hukum. Ia pun meminta agar kepolisian tidak takut maupun ragu untuk mengusut informasi yang disampaikan Denny.
"Itu jadi kita sudah mengatur hukum ini semuanya." kata Menko Polhukam.
Tak berhenti di situ, Mahfud juga menilai Denny sudah melanggar UU ITE, karena dengan sengaja menyebarkan berita bohong melalui akun media sosialnya.
"Karena dia nulis di Twitternya, yang dikutip orang kemudian. Penyebaran berita (bohong) melalui IT. Nah hukumannya bisa agak gawat, di atas 5 tahun (penjara)." ancam Mahfud MD.
Sebelumnya, mantan Wakil Menteri Hukum dan HAM (Wamenkumham), Denny Indrayana, mengaku mendapatkan informasi mengenai putusan MK perihal sistem pemilu legislatif yang akan kembali ke sistem proporsional tertutup atau coblos partai. Putusan tersebut, kata Denny, diwarnai perbedaan pendapat (dissenting opinion) di MK.
“Informasinya putusan MK kembali ke proporsional tertutup. Putusan 6:3, tiga I,” ungkap Denny kepada Media Indonesia.
Denny mengeklaim mendapatkan informasi tersebut dari sumber yang terpercaya kredibilitasnya. “Informasi yang saya dapat demikian (MK kabulkan sistem pemilu tertutup),” tegas Denny.

Denny Indrayana Bantah Bocorkan Rahasia Negara soal Putusan MK
Nasional • 10 days agoGuru Besar Hukum Tata Negara Denny Indrayana buka suara tentang pernyataan rumor putusan Mahkamah Konstitusi perihal sistem pemilu legislatif kembali ke sistem proporsional tertutup. Menurutnya, tidak ada pembocoran rahasia negara dalam pesan yang ia sampaikan ke publik.
Denny menyebut, dia mendapat infromasi dari orang kredibel dan bukan dari orang di lingkungan MK. Karena itu, dirinya merasa tidak masuk ke dalam pidana delik pidana atau pelanggaran etika. Sebab, tak ada rahasia negara yang dibocorkan.
"Dibawa ke ruang publik karena tidak ada rahasia negara yang dibocorkan. Kan belum ada putusannya. Saya katakan, informasinya yang saya dapat dari sumber yang kredibel. Tujuannya adalah no viral no justice, kalau kemudian tidak dibawa ke ruang terang maka kegelapan itu akan terus mewarnai keadilan kita," ujar Denny Indrayana.

Istana Enggan Tanggapi Putusan MK soal Perpanjang Masa Jabatan KPK
Nasional • 10 days agoPutusan MK memperpanjang masa jabatan pimpinan KPK menuai banyak kritik dari masyarakat. Menanggapi hal ini, pihak Istana Kepresidenan memilih bungkam dan enggan mengomentari putusan MK tersebut.
"Penjelasan pemerintah dari banyak pihak sudah cukuplah. Keppresnya kita tunggu. Pokoknya pemerintah ngerti jadwal seluruh proses seleksi, proses pergantian jadi semua sudah disiapkan, kita tunggu saja,"ujar Deputi IV KSP, Juri Ardiantoro.

Komisi II DPR: Sistem Proporsional Terbuka Masih Menjadi Sistem Terbaik
Nasional • 10 days agoWacana perubahan sistem pemilu terus menuai polemik. Menurut Wakil Ketua Komisi II DPR RI Saan Mustopa, sistem pemilu di Indonesia tidak perlu diubah. Sebab, sistem proporsional terbuka masih relevan untuk diterapkan.
"Sistem proporsional terbuka sesuai dengan Undang-Undang No 7/2017 masih snagat relevan, karena kita telah melewati tiga pemilu dengan sistem proporsional terbuka," ujar Saan dalam Selamat Pagi Indonesia 30 Mei 2023.
Ia juga mengatakan, sistem proporsional terbuka merupakan wujud kedaulatan rakyat. Sehingga, sistem ini masih menjadi sistem yang terbaik diterapkan di Indonesia.
"Ini juga wujud dari kedaulatan rakyat, di mana rakyat diberikan haknya untuk memilih para calon anggota-anggota legislatif. Jadi, kita memberikan pilihan kepada rakyat secara langsung. Sistem proporsional terbuka masih menjadi sistem yang terbaik dalam konteks Indonesia," kata Saan.
Selain itu, ia menyebut bahwa MK harus segera memutuskan sistem mana yang akan diterapkan di Pemilu 2024. Pasalnya, jika perubahan sistem dilakukan pada masa injury akan berdampak pada partai politik hingga masyarakat.
"Jika terjadi perubahan menjadi sistem pemilu proporsional tertutup antusiasme dari para caleg akan berubah. Masyarakat juga akan kehilangan haknya untuk mendapatkan caleg-caleg terbaik menurut pandangannya," tambahnya.

Mantan Ketua MK Jimly Asshiddiqie: Sistem Pemilu Tidak Perlu Diubah
Nasional • 10 days agoKetua Mahkamah Konstitusi periode 2003-2008 Jimly Asshiddiqie mengatakan, sistem pemilu 2024, tidak perlu diubah.
Jika melihat rekam jejak perubahan sistem pemilu yang dilakukan MK pada 2009, menjadi proporsional terbuka, Jimly menilai hal tersebut kurang tepat. Pasalnya, perubahan sistem pemilu saat itu, baru dilakukan tujuh hari jelang pemungutan suara.
"Pengalaman 2009, tujuh hari menjelang pemungutan suara baru diputus. Jadi, kacau itu, mangkanya ke depan harus ada melihat pemilu satu kesatuan proses tahapan, kalau tahapan sudah jalan dia tidak boleh berubah, jika berubah berlakunya pada pemilu berikutnya," ujar Jimly.
Jimly menambahkan, jika perubahan sistem pemilu diterapkan pada Pemilu 2024, itu terlalu cepat.
"Terlalu cepat, karena semua peraturan sudah ada, aturan pelaksanaannya oleh KPU juga sudah terbit dan tahapan pemilu sudah jalan. Bahkan, para peserta pemilu dari partai masing-masing sudah mendaftar ke KPU," tambahnya.

Sidang Lanjutan Sistem Pemilu Digelar Besok
Nasional • 10 days ago
PDIP-PPP Siap Ikuti Putusan MK soal Sistem Pemilu
Nasional • 10 days agoPara petinggi partai politik memberikan tanggapan usai beredar kabar soal sistem proporsional tertutup yang akan diputuskan Mahkamah Konstitusional (MK), usai sidang pemeriksaan judicial review mengenai sistem pemilu. PDIP dan PPP pun memberikan tanggapannya.
Ketua DPP PDIP Puan Maharani menyatakan bahwa dirinya enggan ikut campur, lantaran hal ini adalah ranah MK.
Selain itu, Sekretaris Jenderal PDIP Hasto Kristiyanto juga memberi tanggapannya. Ia menyatakan bahwa PDIP siap mengikuti putusan MK meskipun lebih condong terhadap sistem proporsional tertutup.
"Lebih baik mari kita menunggu keputusan dari Mahkamah Konstitusi, PDI Perjuangan selalu siap baik pemilu legislatif terbuka maupun tertutup. Meskipun, PDI Perjuangan berdasarkan aspek-aspek strategis dan juga untuk mendorong pelembagaan partai politik, kami mendorong proporsional tertutup," ujar Hasto.
Selain PDIP, Plt Ketua Umum PPP Mardiono menyampaikan tidak menolak sistem proporsional tertutup, tetapi pihaknya tetap memilih penggunaan sistem lama yakni terbuka, mengingat proses pemilu sudah berjalan. Meski demikian, PPP mengaku akan mengikuti apapun keputusan MK.
Informasi menganai MK akan memutuskan penggunaan sistem coblos gambar partai mencuat, berkat pernyataan Mantan Wamenkumham yang juga Pakar Hukum Tata Negara Denny Indrayana yang mengaku menerima informasi tersebut dan diunggah di media sosial miliknya.

MK: Hasil Putusan soal Sistem Pemilu Tidak Mungkin Bocor
Nasional • 10 days agoMahkamah Konstitusi (MK) menegaskan bahwa hasil putusan uji materi Undang-Undang Pemilu soal sistem proporsional terbuka atau tertutup, tidak mungkin bocor seperti yang disampaikan oleh Pakar Hukum Tata Negara Denny Indrayana. MK menyebut hakim MK belum membahas pengambilan putusan.
Kini MK masih mendalami pernyataan Denny Indrayana yang menyebut sudah ada keputusan MK soal sistem pemilu menjadi sistem proporsional tertutup, dengan membahasnya secara internal.
"Kami sudah membaca dan mencermati perkembangan hari ini, bukan tidak mungkin akan ditempuh langkah-langkah, yang pasti akan dibahas lebih dulu secara internal, seperti langkah-langkah apa yang akan dilakukan oleh mahkamah," Kata Juru Bicara Mahkamah Konstitusi Fajar Laksono.
MK juga belum akan memanggil Denny Indrayana, untuk melakukan klarifikasi secara langsung.

Demokrat: Siap Melawan Jika MK Terapkan Sistem Proporsional Tertutup
Nasional • 10 days agoPolitisi Partai Demokrat Andi Malarangeng menyatakan Partai Demokrat akan melakukan perlawanan secara politik jika Mahkamah Konstitusi memutuskan sistem Pemilu 2024 secara tertutup.
"Kami akan terus melakukan perlawanan secara politik, karena ini hak rakyat yang dirampas. Ini mundur kita ke arah jaman Orde Baru dan otoritarian semacam itu. Di mana kedaulatan partai mendominasi bukan lagi kedaulatan rakyat," ujar Andi.
Andi juga menuding bahwa ada partai yang menginginkan kekuasaan ada di tangan partai bukan rakyat.
Sementara itu, Pengamat Politik Ray Rangkuti menduga partisipasi masyarat dalam mengikuti pemilu akan menurun jika MK memutuskan Pemilu 2024 dengan sistem proporsional tertutup. Jika hal tersebut terjadi Ray menyebut bahwa MK tidak konsisten.
"Masyarakat kita cukup apatis terhadap partai politik. Jadi, kalau kita menggunakan proporsional tertutup, apa kira-kira alasan mereka datang ke Tempat Pemungutan Suara (TPS) kalau mereka tidak begitu percaya pada partai politik," ujar Ray.
Sebelumnya, MK sudah bersidang selama enam bulan untuk membahas sistem pemilu. Jika dilihat dari gelagatnya, MK diduga akan mengubah sistem pemilu dari terbuka menjadi tertutup. Hal itu tersirat dari pernyataan Wakil Ketua MK Saldi Isra dalam sidang lanjutan uji materi perkara sistem pemilu pada 15 Mei 2023.
Diketahui, ada tiga pernyataan hakim konstitusi yang menunjukkan gelagat sistem pemilu harus diubah. Misalnya, soal waktu penerapan sistem pemilu bila diputuskan berubah hingga penegasan soal MK bisa memutuskan perubahan sistem pemilu di masa injury time.

KSP Siap Jalankan Apapun Putusan MK soal Sistem Pemilu
Nasional • 10 days agoKantor Staf Kepresidenan (KSP) merespons soal Mahkamah Konstitusi (MK) yang disebut akan memutuskan sistem Pemilu Legislatif 2024, dengan proporsional tertutup.
Deputi IV KSP Juri Ardiantoro menegaskan, pemerintah akan konsisten dalam melaksanakan putusan MK sebagai lembaga peradilan yang sah di Indonesia.
"Mengenai putusan MK, saya sudah sampaikan, kita tunggu saja putusan dari Mahkamah Konstitusi seperti apa?, pemerintah akan konsisten untuk melaksanakan apa yang menjadi perintah konstitusi atau perintah Undang-Undang," ujar Juri Ardianto.
Sebelumnya, Mantan Wail Menteri Hukum dan HAM Denny Indrayana menyebut putusan MK soal sistem pemilu telah bocor. Ia menyebut MK akan mengembalikan sistem proporsional tertutup dalam pemilu.
Bahkan, ia mengaku mendapat informasi nantinya ada enam dari sembilan hakim MK yang akan menyetujui penerapan kembali sistem itu.
Sebelumnya, mantan Wakil Menteri Hukum dan HAM (Wamenkumham) Denny Indrayana menyebut, ada kemungkinan MK mengembalikan sistem proporsional tertutup dalam pemilu. Ia mengaku mendapat informasi enam dari sembilan hakim MK akan menyetujui penerapan kembali sistem itu.
Diketahui, MK menerima permohonan uji materi terhadap Pasal 168 ayat (2) UU No7/2017 tentang Pemilu mengenai sistem proporsional terbuka yang didaftarkan dengan nomor registrasi perkara 114/PPU-XX/2022 pada 14 November 2022.

SBY Minta MK Tidak Memantik Kekacauan Politik
Nasional • 10 days agoIndependensi Mahkamah Konstitusi (MK) sedang diuji. SBY mengatakan, pergantian sistem pemilu di tengah jalan bisa menimbulkan chaos atau kekacauan politik.
Sebelumnya, Mantan Wamenkumham Denny Indrayana, mengaku mendapat informasi mengenai putusan MK soal sistem pemilu legislatif yang akan kembali ke sistem proporsional tertutup. Bahkan Denny menyebut, dari sembilan hakim konstitusi, komposisinya adalah enam hakim setuju dan tiga orang hakim dissenting opinion.
Pesan Denny di media sosial, saat ini viral di kalangan para politikus. Presiden keenam Republik Indonesia, yang juga Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) mengapresiasi cuitan Denny.
Dalam akun twitternya, SBY mengatakan pergantian sistem pemilu di tengah jalan bisa menimbulkan chaos atau kekacauan politik.
Juru Bicara Mahkamah Konstitusi Fajar Laksono pun menanggapi cuitan SBY dan Denny Indrayana. Menurut Fajar, tidak mungkin hasil putusan dibocorkan karena hakim MK saja belum melakukan pembahasan pengambilan putusan.
Sementara Menkopolhukam Mahfud MD, ketika dikonfirmasi mengatakan harus ada penyelidikan apakah benar terjadi kebocoran informasi di MK.
Diketahui, sudah enam bulan MK bersidang untuk membahas sistem pemilu. Jika dilihat dari gelagatnya, MK diduga akan mengubah sistem pemilu dari terbuka menjadi tertutup. Hal itu tersirat dari pernyataan Wakil Ketua MK Saldi Isra dalam sidang lanjutan uji materi perkara sistem pemilu pada 15 Mei 2023.
"Hampir semua partai politik yang menjadi pelaku di ruang ini melakukan hal yang sama. Ngambil orang terkenal tiba-tiba dijadikan calon dan kader yang berdarah-darah di partai itu kemudian ditinggalkan begitu saja atau kalau masuk ada di nomor yang tidak akan terpilih," ujar Saldi.
Sebelumnya, ada tiga pernyataan hakim konstitusi yang menunjukkan gelagat sistem pemilu harus diubah. Misalnya, soal waktu penerapan sistem pemilu bila diputuskan berubah hingga penegasan soal MK bisa memutuskan perubahan sistem pemilu di masa injury time.

Denny Indrayana Klaim Dapat Bocoran Putusan MK soal Sistem Pemilu
Nasional • 11 days agoDugaan kebocoran hasil putusan Mahkamah Konstitusi (MK) soal sistem proporsional Pemilu, seperti yang dilontarkan oleh Denny Indrayana telah menimbulkan kegusaran banyak pihak. Namun, KPU sebagai penyelenggara pemilu lebih memilih menunggu hasil final, saat putusan dibacakan oleh MK.
Pakar hukum tata negara, yang juga mantan Wakil Menteri Hukum dan HAM, Denny Indrayana mengaku memperoleh informasi penting mengenai gugatan Undang-Undang Nomor 7/2017 Tentang Pemilu Sistem Proporsional Terbuka yang kasusnya sedang bersidang di Mahkamah Konstitusi (MK).
Denny menyebut MK akan mengabulkan sistem pemilu kembali menjadi proporsional tertutup alias coblos logo partai politik. Denny mengaku mendapat informasi penting ini bukan dari hakim MK, melainkan dari sumber yang dipercaya kredibilitasnya.
Berdasarkan info yang diterimanya, ada enam hakim MK yang akan setuju untuk mengembalikan sistem pemilu ke proporsional tertutup. Sementara tiga hakim MK lainnya akan menyatakan dissenting opinion.
Denny menambahkan, jika keputusan tersebut betul diambil oleh MK, maka dikhawatirkan akan mengganggu persiapan Pemilu 2024 yang sudah berjalan di KPU.
Menanggapi temuan Denny Indrayana, Ketua KPU RI Hasyim Asy'ari menyatakan hingga kini pihaknya masih menanti putusan MK yang sebenarnya.
KPU akan terus mengikuti perkembangan terkait informasi-informasi tersebut, dan meminta penyebar informasi soal sistem pemilu dapat memberikan klarifikasi.
Seperti diketahui gugatan atas beberapa pasal di Undang-Undang Nomor 7/2017 Tentang Pemilu sedang diuji di MK. Salah satu gugatan yang dilayangkan adalah pasal yang mengatur soal sistem pemilu.
Gugatan diajukan oleh enam orang, yakni Demas Brian Wicaksono, Yuwono Pintadi, Fahrurrozi, Ibnu Rachman Jaya, Riyanto, dan Nono Marijono.
Sementara dari sembilan partai di parlemen, hanya PDI Perjuangan yang mendukung diterapkannya sistem coblos partai. Sedangkan delapan fraksi lainnya, yakni Partai NasDem, Golkar, Gerindra, PKB, PAN, PKS, Demokrat, dan PPP menolak wacana tersebut.

Pimpinan KPK Menunggu SK Perpanjangan Masa Jabatan dari Jokowi
Nasional • 11 days ago
MK Belum Putuskan Sidang Putusan Uji Materi Sistem Pemilu
Nasional • 11 days agoMahkamah Konstitusi (MK) belum memutuskan waktu pembacaan putusan uji materi sistem proporsional terbuka sejak sidang pemeriksaan terakhir yang digelar pada 23 Mei 2023.
Salah satu alasan MK belum memutuskan pembacaan uji materi sistem Pemilu karena hakim belum menggelar Rapar Permusyawaratan Hakim (RPH). Saat ini MK masih menunggu pihak-pihak terkait untuk menyampaikan kesimpulan para hakim setelah mengikuti tahapan persidangan.
Masa tenggang untuk mengumpulkan kesimpulan dari pihak terkait yakni 31 Mei 2023. Setelah kesimpulan dari pihak terkait sudah terkumpul, sembilan hakim konstitusi akan melakukan Rapat Permusyawaratan Hakim (RPH) untuk membuat pertimbangan-pertimbangan hingga pengambilan keputusan.
Diketahui, MK telah menggelar sidang terakhir uji materi sistem pemilu proporsional terbuka yang diatur dalam UU Pemilu, Selasa (23/5/2023). Majelis hakim konstitusi pun akan segera memutuskan gugatan tersebut.
"Ini adalah sidang terakhir," kata Wakil Ketua MK Saldi Isra dalam sidang terbuka yang ditayangkan di YouTube MK.
Uji materi mengenai sistem pemilu ini diajukan oleh enam orang. Mereka yakni, Demas Brian Wicaksono (pemohon I), Yuwono Pintadi (pemohon II), Fahrurrozi (pemohon III), Ibnu Rachman Jaya (pemohon IV), Riyanto (pemohon V), dan Nono Marijono (pemohon VI). Partai Nasdem, PKS dan PSI telah mengajukan diri sebagai pihak terkait dalam uji materi tersebut.
Apabila judicial review itu dikabulkan MK, sistem Pemilu 2024 mendatang akan berubah menjadi sistem proporsional tertutup. Dalam sistem proporsional tertutup, pemilih mencoblos tanda gambar partai politik pada surat suara, bukan foto calon anggota legislatif.

Fact Check: Polemik Putusan MK Ubah UU KPK
Nasional • 12 days agoPutusan MK memperpanjang masa jabatan pimpinan KPK menjadi lima tahun masih menuai polemik. Putusan tersebut berawal dari permohonan uji materi yang diajukan Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron.
Nurul Ghufron menggugat Pasal 29 huruf (e) dan 34 UU KPK. Menurutnya, masa pemerintahan di Indonesia yang diatur undang-undang, lima tahun. Karenanya, ia meminta masa jabatan KPK sesuai dengan 12 lembaga non-kementerian.
Lima dari sembilan hakim MK mengabulkan gugatan Ghufron. Hakim menyebut masa jabatan KPK empat tahun bersifat diskriminatif dan tidak adil jika dibandingkan dengan lembaga independen lainnya.
Masa jabatan KPK empat tahun memungkinkan presiden dan DPR yang sama menilai dua kali kinerja KPK. Menurut hakim, hal itu mengancam independensi KPK.
Anggota Komisi III DPR Arsul Sani mempermasalahkan inkonsistensi MK soal asas keadilan. Perpanjangan masa jabatan KPK menjadi lima tahun agar setara dengan lembaga lainnya tidak tepat. Jika ingin adil, masa jabatan lembaga lain seharusnya 15 tahun sama seperti MK.
"Begitu soal ini kok tiba-tiba bicara tidak adil. Kalau kita bicara keadilan kenapa enggak semuanya 15 tahun saja seperti MK," kata Arsul.
Putusan MK itu bersifat final dan mengikat. Meski bersifat mengikat, beberapa pakar hukum berpendapat putusan MK tidak berlaku bagi pimpinan KPK periode 2019-2023 yang jabatannya berakhir di Desember ini. Sebab, hukum di Indonesia tidak mengenal asas retroaktif atau berlaku surut. Namun, pemerintah tampaknya masih bimbang merespons putusan MK tersebut.

Eksistensi Menjabat di Lembaga Antikorupsi
Nasional • 13 days agoMahkamah Konstitusi (MK) lagi-lagi menabur sensasi. Kali ini MK mengabulkan gugatan perpanjangan masa jabatan pimpinan KPK dari sebelumnya empat tahun menjadi lima tahun. Putusan MK itu pun menuai protes dari berbagai pihak.
Pertimbangannya, masa jabatan pimpinan KPK selama empat tahun bersifat diskriminatif, dan disebut tidak adil jika dibandingkan dengan lembaga independen lainnya.
Dri sembilan hakim MK, terpecah menjadi dua kubu. Lima hakim konstitusi setuju masa jabatan pimpinan KPK diperpanjang menjadi lima tahun. Sedangkan empat hakim konstitusi bersikap menolak dan berpendapat berbeda atau dissenting opinion.
Sebagai penggugat, Nurul Gufron yang juga Komisioner KPK mengaku bersyukur MK mengabulkan gugatannya.
Mengapa Nurul Gufron berpandangan masa jabatan pimpinan KPK perlu diperpanjang?


MK Bantah Putusan Perpanjangan Masa Jabatan Pimpinan KPK Bernuansa Politik
Nasional • 13 days ago
MK Merusak Undang-Undang
Nasional • 14 days agoSebagai penjaga konstitusi, Mahkamah Konstitusi diberi wewenang oleh negara untuk membatalkan undang-undang ketika ada yang mengajukan judicial review terhadap UU itu. Celakanya, dengan kewenangan yang begitu besar, mereka bisa bertindak suka-suka terhadap UU.
Itulah yang terjadi dua hari lalu ketika MK mengadili uji materi UU No 30 Tahun 2022 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Ada dua pasal yang digugat oleh Komisioner KPK Nurul Ghufron. Pertama, Pasal 29 huruf (e) UU KPK bahwa batas usia minimal pimpinan KPK adalah 50 tahun dan maksimal 65 tahun. Kedua, Pasal 34 bahwa pimpinan KPK memegang jabatan selama 4 tahun dan dapat dipilih kembali hanya untuk sekali masa jabatan.
Hebatnya, majelis MK mengabulkan gugatan Nurul untuk seluruhnya. MK memutuskan, usia minimal pimpinan KPK tidak harus 50 tahun asal berpengalaman. Masa jabatan pimpinan KPK pun mereka tambah menjadi 5 tahun. Pertimbangan majelis, ketentuan yang lama melanggar prinsip keadilan, rasionalitas, dan bersifat diskriminatif sehingga bertentangan dengan ketentuan Pasal 28D ayat 1 UUD 1945.
Sebagai produk mahkamah yang bersifat final dan mengikat, kita menghormati putusan itu. Namun, harus kita katakan pula, putusan itu tidak masuk akal, aneh, membingungkan. Pasal yang mengatur usia minimal dan durasi jabatan pimpinan KPK bersifat open legal policy.
Pengaturannya menjadi kewenangan pembentuk UU yakni pemerintah dan DPR.
Ketika membatasi masa jabatan pimpinan KPK 4 tahun, pemerintah dan DPR punya pertimbangan kuat, sangat kuat. KPK adalah lembaga penegak hukum dengan kewenangan luar biasa, punya hak memaksa, sehingga pimpinannya tak boleh berlama-lama menjabat. Semakin lama mereka punya kuasa, semakin besar potensi abuse of power, penyalahgunaan kewenangan. Alasan itu, sangat logis, sangat tepat.
Soal pertimbangan majelis demi keadilan dan mencegah diskriminasi karena masa jabatan pimpinan lembaga negara yang lain juga 5 tahun juga terbantahkan. Tidak semua komisi dan lembaga seperti itu. Masa jabatan anggota Komisi Informasi, misalnya, 4 tahun.
Mengabulkan gugatan uji materi adalah hal biasa buat MK. Tetapi, mengabulkan sekaligus mengambil alih kewenangan pembuat UU dengan menambah masa jabatan komisioner KPK adalah putusan yang sulit diterima. Bahkan, tak cuma rakyat kebanyakan, empat hakim konstitusi juga beda pandangan.
Mereka, yakni Wahiduddin Adamas, Saldi Isra, Enny Nurbaningsih, dan Suhartoyo menolak memperpanjang masa jabatan pimpinan KPK. Mereka menilai tidak ada ketidaksetaraan, ketidakadilan, ketidakpastian hukum, dan diskriminasi dalam ketentuan lama. Mereka mengedepankan akal waras, mereka tak ingin melampaui kewenangan, tak mau mengambil kewenangan lembaga lain.
Mereka memilih dissenting opinion. Sayang, mereka kalah suara karena lima hakim konstitusi lainnya berpendapat sebaliknya. Pendapat yang oleh banyak kalangan dianggap merusak tatanan, juga merusak UU.
Menambah masa jabatan pimpinan KPK sama saja menambah potensi penyimpangan. Terlebih ketika hadiah itu diberikan oleh MK kepada komisioner saat ini yang alih-alih menunjukkan prestasi tapi malah hobi mempertontonkan kontroversi. Komisioner yang bukannya gigih memberantas korupsi tapi justru diduga kerap melakukan pelanggaran.
Wajar, sangat wajar, jika kemudian banyak yang beranggapan putusan MK tersebut terkait dengan politik. Perpanjangan masa jabatan komisioner KPK pun rawan digunakan sebagai alat politik di tahun politik.
Lumrah, sangat lumrah, jika banyak menyebut bahwa MK juga akan mengabulkan uji materi soal sistem pemilu dari proporsional terbuka menjadi proprosiponal tertutup. Jika itu terjadi, kita khawatir MK bukan lagi merupakan mahkamah penertib tetapi perusak undang-undang.

Putusan Perpanjangan Masa Jabatan Pimpinan KPK Tuai Polemik
Nasional • 14 days agoMahkamah Konstitusi mengabulkan gugatan wakil ketua KPK Nurul Gufron mengenai masa jabatan pimpinan KPK menuai polemik. Sejumlah pihak menkritik keputusan Mahkamah Konstitusi yang mengubah masa jabatan pimpinan KPK dari empat tahun menjadi lima tahun.
Mantan Penyidik Senior KPK Novel Baswedan mengaku sedih dengan putusan MK mengenai perpanjangan masa jabatan pimpinan KPK. Sebab gugatan ini hanya membawa kepentingan pribadi.
"Kepentingan gugatan ini, merupakan kepentingan pribadi, tidak tampak adanya kepentingan publik, terlebih kepentingan pemberantasan korupsi," ujar Novel Baswedan dalam Primetime News, Metro TV, Jumat (26/5/2023).
Novel menambahkan, kesedihannya ini juga karena Pimpinan KPK yang lebih banyak skandal dan kontroversi dibandingkan dengan prestasi justru diperpanjang masa jabatannya.
"Kesedihan ini karena ketika Pimpinan KPK yang sering menunjukan kontroversi, bahkan ada beberapa skandal-skandal besar. Artinya, kita justru sering mendengar skandal bukan prestasi demi prestasi," tambah Novel.
Sementara itu, Menurut Pakar Hukum Tata Negara, Bivitri Susanti mengatakan, MK sudah kebablasan dengan memutus perpanjangan masa jabatan Pimpinan KPK. Ia menyebut, perosalan masa jabatan dan periodisasi itu digodok dan diputus oleh DPR dan pemerintah.
"Ini bukan urusan MK. Mestinya ini diputuskan secara poltiik. Masa jabatan dan periode itu seharusnya digodok itu di DPR bersama dengan pemerintah. Jadi, saya pikir MK sudah kebablasan memutus sesuatu yang bukan konstituional question, tetapi kewenangan dari pembuat Undang-Undang karena sifatnya politik hukum untuk menentukan masa jabatan dan periodisasi," ujar Bivitri.
Sebelumnya, dalam sidang pengucapan putusan yang digelar pada 25 Mei 2023. MK memutuskan mengubah masa jabatan pimpinan KPK dari semula empat tahun menjadi lima tahun.
MK juga menyatakan Pasal 29 huruf e UU KPK tentang syarat batas usia calon pimpinan KPK paling rendah 50 tahun dan paling tinggi 65 tahun bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat.
Dalam hal ini, MK mengabulkan permohonan uji materi atau judicial review yang diajukan oleh Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron yang mempersoalkan Pasal 34 dan Pasal 29 huruf e UU KPK.

KPK Diminta Tidak Ikut Bermain Politik
Nasional • 14 days agoPutusan Mahkamah Kontitusi (MK) mengenai masa jabatan Pimpinan KPK dari empat menjadi lima tahun memicu kontroversi.
MK pun sejatinya tidak bulat dalam memutuskan perpanjangan masa jabatan Pimpinan KPK. Dari sembilan hakim konstitusi terdapat empat hakim konstitusi yang tidak setuju MK mengabulkan permohonan dari Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron.
Sementara itu, Mantan Ketua KPK Abraham Samad mengatakan, ciri khas KPK semakin hilang dengan adanya putusan MK yang memperpanjang masa jabatan Pimpinan KPK. Bahkan, ia mencurigai adanya motif politik dari putusan tersebut.
"Lembaga penegak hukung yang kita harapkan sebagai lembaga yang independen ini ditarik-tarik ke ranah politik. Keganjilan-ganjilan yang menimbulkan tanda tanya bagi seluruh masyarakat," ujar Samad.
Mantan Wamenkumham Denny Indrayana juga menilai ada unsur politis dengan mengubah masa jabatan pimpinan KPK dari empat menjadi lima tahun.
"Ada kasus-kasus di KPK yang perlu 'dikawal' agar tidak menyasar kawan koalisi dan diatur dapat menjerat lawan oposisi Pilpres 2024," ujar Denny.
Kontra terhadap putusan MK mengemuka setelah melihat kronologi pengajuan gugatan. Komisioner KPK Nurul Ghufron mendaftarkan gugatan pada November 2022. Awalnya, hanya memasukan gugatan tentang syarat minimal usia Pimpinan KPK yakni 50 tahun. Namun, di tengah jalan Ghufron menambahkan gugatan masa periode pimpinan.
Pada sidang MK yang digelar pada 25 Mei 2023, tidak hanya memperpanjang masa jabatan Pimpinan KPK, tetapi juga mengubah umur minimal dewan pengawas bisa di bawah 50 tahun dan memperpanjang masa jabatan Dewan Pengawas KPK menjadi lima tahun.