NEWSTICKER

Main Hakim Sendiri, Warga Haiti Bantai 160 Terduga Anggota Geng

Ilustrasi aksi kekerasan. (Medcom.id)

Main Hakim Sendiri, Warga Haiti Bantai 160 Terduga Anggota Geng

Willy Haryono • 5 June 2023 08:55

Port-au-Prince: Selama beberapa minggu terakhir, sekelompok warga Haiti yang bersenjatakan parang, tongkat, dan senjata darurat lainnya bersatu untuk membasmi tersangka anggota geng kriminal dalam upaya mengakhiri rentetan pembunuhan, pemerkosaan, dan penculikan yang menghancurkan komunitas mereka.

Kelompok hak asasi Center d'analyse et de recherche en droits de l'homme (CARDH) yang dipimpin Gedeon Jean mengatakan bahwa para terduga anggota geng telah "dikejar, dipukuli, dipenggal dan kemudian dibakar hidup-hidup" oleh sekelompok warga yang main hakim sendiri (vigilante).

Gerakan memberantas anggota geng kriminal ini disebut warga Haiti sebagai "Bwa Kale," atau "kayu yang dikupas" dalam bahasa Kreol.

Setidaknya 160 tersangka anggota geng Haiti tewas antara tanggal 24 April dan 24 Mei, kata CARDH dalam sebuah laporan bulan ini. Sebagai hasilnya, Haiti mengalami "penurunan drastis" dalam hal penculikan, pembunuhan, dan bentuk kekerasan lain terkait geng bersenjata. .

Jean mengatakan meski gerakan tersebut memiliki efek "cukup besar," tetapi tidak memberikan solusi jangka panjang untuk kekerasan yang mencengkeram Haiti yang berpenduduk sekitar 12 juta jiwa itu. Sebaliknya, ia mengatakan lembaga negara Haiti harus diperkuat dan bertanggung jawab untuk melindungi warga.

"Kami berada dalam situasi di mana penduduk harus mempertahankan diri," kata Jean, direktur eksekutif CARDH, dalam keterangan di situs Al Jazeera, belum lama ini.

"Bwa Kale adalah gejala runtuhnya negara," ujarnya.

"Warga tidak dapat benar-benar melindungi diri mereka sendiri. Institusi, polisi, dan negara seharusnya mengambil langkah-langkah penegakan hukum dalam menjalankan mandat mereka," ungkap Jean.

Meningkatnya kekerasan

Gerakan Bwa Kale secara resmi dimulai pada 24 April, ketika massa menghukum mati lebih dari 12 tersangka anggota geng dan membakar tubuh mereka di jalan-jalan Canape Vert, lingkungan ibu kota Port au-Prince.

Dalam pernyataan singkat di Facebook hari itu, Polisi Nasional Haiti (PNH) mengatakan bahwa petugas telah menyita senjata dari "orang bersenjata" yang bepergian dengan minibus. "Lebih dari 12 orang yang bepergian dengan kendaraan ini telah digantung oleh warga," kata kepolisian.

Gambar yang dibagikan secara daring dan oleh sejumlah kantor berita internasional menunjukkan kerumunan orang berdiri di dekat tumpukan sisa-sisa jasad manusia yang hangus.

Hukuman mati tanpa pengadilan di Haiti ini terjadi setelah hampir dua tahun meningkatnya kekerasan di Port-au-Prince dan bagian lain di Haiti, di mana kelompok-kelompok bersenjata bersaing menguasai kekosongan politik yang disebabkan pembunuhan mantan Presiden Jovenel Moise pada Juli 2021.

Pemimpin de facto Haiti, Perdana Menteri Ariel Henry, yang dipilih Moise untuk jabatan itu hanya beberapa hari sebelum dia terbunuh, menghadapi krisis legitimasi. Upaya memetakan transisi politik di Haiti juga berujung gagal.

Membangun kepercayaan warga terhadap institusi pemerintahan merupakan langkah krusial dalam memulihkan keamanan di Haiti. Namun hal itu baru dapat terwujud jika otoritas Haiti mengambil langkah terhadap semua geng bersenjata di seantero negeri, bukan hanya beberapa dari mereka.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow akun google news Metrotvnews.com

(Willy Haryono)